Translate

Maafkan Aku Harus Meninggalkanmu, Kasih




Adalah seorang pria  bernama Ferdy yang tinggal di kota besar. Ia baru saja patah hati karena hubungannya berakhir dengan kekasihnya, Sinta. Sejak hari putus yang menyakitkan itu, ia tak bisa lagi menghubungi kekasihnya. Setiap hari Ferdy bertanya-tanya, kurang baik apa dirinya sampai-sampai Sinta yang sudah bertahun-tahun dipacarinya meninggalkannya. Ia tidak jelek, pekerjaan juga cukup mapan.

Dulu memang pria ini masih belum punya apa-apa, sementara Sinta berasal dari keluarga kaya. Demi membuktikan cintanya, Ferdy berusaha menjadi pria yang mandiri dan mapan. Namun ketika semua itu sudah di tangan, Sinta malah meninggalkannya.

Hari berganti hari, bulan demi bulan, Ferdy tak bisa melupakan sakit hatinya pada sang mantan kekasih. Ia sudah memberikan banyak hal bagi wanita itu, Uang, cinta, perhatian, semua sudah ia penuhi. Namun mengapa Sinta meninggalkannya?

Untuk mengobati luka hatinya, Ferdy beberapa kali membuka diri pada wanita lain. Namun hubungan itu tidak banyak membantu, bahkan membuatnya merasa lelah. Suatu hari ia mendapat kiriman paket berupa kotak yang berisi semua barang mahal yang pernah ia berikan pada Sinta. Hatinya makin tersinggung.

“Baiklah bila ini yang kau mau,” dengusnya penuh kebencian. Ia mengecek semua barang itu, namun ia tak menemukan sebuah gelang giok yang pertama kali ia berikan pada Sinta. Gelang itu memang agak mahal, tapi tak semahal semua barang yang sudah dikembalikan. Ia berniat mengambil gelang itu, ia juga punya satu dan menurutnya bila memang harus berakhir, maka gelang itu pun tak boleh menjadi milik Sinta lagi.

Ia mendatangi rumah sang mantan kekasih, namun ia tak menemukan seorang pun. Kata tetangganya, mereka sekeluarga pindah ke daerah lain. Beruntung pria ini mendapatkan alamatnya. Namun semakin dekat ke alamat yang dituju, Ferdy semakin heran dengan lokasi yang melewati gang sempit dan padat penduduk.

Hingga sampai lah ia di depan rumah kecil dengan cat biru. Rumah gaya lama namun sangat sederhana. Mungkin hanya sebesar garasi isi empat mobil yang dulu dimiliki kekasihnya. Ferdy masuk dengan penasaran mumpung pintu dibuka, “Assalamualaikum.”

Tak berapa lama, suara parau seorang ibu menjawab, “Waalaikumsalam.” Wanita itu sedikit kaget, namun kemudian ia menyambut pria tersebut dengan hangat, “Oh, Nak Ferdy. Masuk, Nak. Duduk dulu. Seadanya ya?”

Ferdy yang tadinya agak emosi dan beringas jadi sungkan sendiri melihat reaksi ibu Sinta. Wanita ini memang selalu baik padanya meski tahu Ferdy bukan anak orang kaya. “Sinta ada, Bu?” tanya Ferdy pada wanita yang sedang membereskan meja ruang tamu itu.

Wanita itu sempat terdiam. Lalu sambil menarik nafas, ia duduk di kursi yang berhadapan dengan Ferdy. “Nak Ferdy kemari karena mendapat kiriman paket?” tanya ibu Sinta. Ferdy mengangguk.

“Itu ibu yang mengirim, Nak. Soalnya Ibu nggak tau mau disimpen di mana. Lagipula sudah amanah dari Sinta,” ujarnya.

“Amanah?” Ferdy bertanya.

Ibu Sinta mengangguk, “Iya, Sinta sudah nggak ada, Nak. Anak ibu meninggal sebulan yang lalu karena kanker otak yang ternyata sudah ganas. Dia minta maaf pada kami semua, termasuk pada Nak Ferdy karena harus mengecewakan. Dia tidak mau membawa beban, jadi mengembalikan semua yang pernah Nak Ferdy berikan.”

Ferdy bagai disambar petir. Jadi rupanya Sinta memutuskannya karena sakit? Bukan karena mencampakkannya?

“Dia sering marah-marah dan stress karena bawaan penyakitnya, karena itu dia tidak mau membebani Nak Ferdy. Sinta juga merasa menjadi beban karena kami menguras semua harta demi penyembuhannya, kami berkali-kali mengatakan kami ikhlas. Namun akhirnya dia bisa menerima keadaan. Tolong maafkan Sinta ya, Nak?” tambah wanita itu.

Ferdy tak tahu harus berkata apa. Usai mendapat penjelasan itu, ia meninggalkan rumah tersebut dengan hampa. Rupanya selama ini ia telah berprasangka, terjawab sudah mengapa ia harus menerima semua ini. Ferdy sangat terpukul dan tak lagi memikirkan gelang tersebut. Hari sudah petang dan Ferdy mencari masjid terdekat. Dalam sujudnya ia menangis dan meminta ampun pada Tuhan serta mendoakan Sinta. Ia menyesal menyimpan dendam yang tak setimpal dengan penderitaan kekasihnya sebelum meninggal.

"Maafkanlah semua orang menjelang tidur malam, karena kita tak pernah punya naskah kehidupan dan tak pernah tahu siapa yang baik dan yang buruk".