Translate

Yang Perlu Diwaspadai Ketika Menikah Muda

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, pada BAB II pasal 7 menyebutkan bahwa usia minimal seorang wanita diizinkan menikah adalah 16 tahun. Sementara pria, diperbolehkan menikah ketika sudah menginjak 19 tahun. Namun menurut Psikolog Anna Surti Ariani, S.Psi.M.Si, usia tersebut masih terbilang terlalu muda.

Wanita yang akrab disapa Nina ini menuturkan, idealnya laki-laki menikah di usia 25 sedangkan wanita 21 tahun. Kematangan emosional, fisik serta kemapanan dari sisi ekonomi yang menjadi pertimbangannya.

Senada dengan Nina, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga membentuk program keluarga kecil sejahtera dengan memberikan peringatan bahwa wanita sebaiknya menikah di atas usia 20 tahun dan pria pada 25 tahun. Lalu apa dampak negatif yang bisa terjadi ketika dua sejoli yang dibilang 'belum cukup umur' ini tetap melangkah ke jenjang pernikahan?

"Banyak sekali, terutama buat perempuan paling rugi. Kalau (menikah) di usia belasan rahimnya belum matang, alat reproduksi juga belum siap. Seandainya dia bersetubuh, pertumbuhan organ reproduksi juga belum sempurna," ujar Nina, saat dihubungi wolipop pada Jumat (29/06/2012).

Dampak negatif pun tak hanya dari faktor fisik, tapi juga kognitif, emosional dan sosial. Nina pun menjabarkan beberapa faktor yang bisa terpengaruh dari pernikahan di usia muda.

Faktor Fisik
Bila sampai terjadi kehamilan saat organ reproduksi belum berfungsi sepenuhnya, bisa menimbulkan infeksi bahkan meningkatkan risiko kanker rahim. Selain itu perkembangan organ reproduksi juga bisa mengalami hambatan dan tidak terbentuk sempurna.

Faktor Emosional
Pasangan yang menikah muda emosinya cenderung meledak-ledak dan lebih mudah depresi. Hal itu karena mereka akan melalui berbagai macam masalah yang jauh lebih besar ketimbang saat masih bersekolah.

"Apalagi kalau dibiarkan untuk menghidupi keluarga sendiri. Dia akan gampang stres, depresi, akibatnya buruk untuk diri sendiri. Belum lagi kalau sudah punya anak, anaknya bisa ikut depresi. Efeknya beruntun, luar biasa besar," jelas psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.

Faktor Kognitif
Di usia yang baru menginjak belasan tahun, kematangan untuk berpikir rasional terbatas. Kematangan rasional ini akan kalah dengan keadaan emosi yang cenderung naik-turun dan meledak-ledak. Sehingga ketika masalah datang, mereka sulit mempertimbangkan berbagai macam kondisi.

"Akhirnya pengambilan keputusan cenderung tidak matang, atau seringkali disesali," ucap Nina.

Faktor Ekonomi
Nina menjelaskan, laki-laki di bawah usia 25 biasanya masih kuliah atau bahkan baru lulus SMA. Secara finansial, umumnya belum mantap bekerja dan kalaupun sudah bekerja, belum cukup mengumpulkan uang untuk biaya pernikahan maupun rumah tangga nantinya.

"Sebenarnya menikah bukan hanya soal uang, tapi uang berpengaruh besar dalam pernikahan. Proses mengumpulkan uang uga mematangkan mental si lelaki untuk bisa menghidupi istri dan anak-anaknya. Selain itu juga agar dia lebih tahan banting untuk menyelesaikan masalah dalam perkawinan," jelas psikolog yang praktek di Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.


sumber: wolipop.com